-->

Penangkapan Samir Halila Picu Kontroversi Baru di Gaza, Palestina

- 18.39

Layanan Keamanan Preventif Palestina dikabarkan menangkap pengusaha Samir Halila, sosok yang sempat digadang sejumlah pihak sebagai calon penguasa baru Jalur Gaza. Penangkapan itu menimbulkan tanda tanya besar karena pencalonannya sebagai pemimpin Gaza disebut berlangsung tanpa koordinasi dengan Otoritas Nasional Palestina dan mendapat dukungan Amerika Serikat.

Video yang beredar memperlihatkan momen penangkapan Halila, namun hingga kini alasan resmi atas langkah tersebut belum diungkap ke publik. Situasi ini memicu spekulasi di kalangan masyarakat Palestina maupun pengamat internasional.

Samir Halila bukan sosok asing di dunia bisnis Palestina. Ia dikenal sebagai CEO Palestine Development and Investment Company Limited (PADICO) dan memegang berbagai jabatan strategis di sektor telekomunikasi, real estate, hingga keuangan.

Di kancah internasional, Halila cukup disegani karena perannya di sejumlah forum bisnis, termasuk Palestine International Business Forum dan Kamar Dagang Internasional. Namanya kerap disebut sebagai simbol jaringan ekonomi Palestina yang mampu menembus panggung global.

Namun, kontroversi bermula ketika media Israel mulai mengangkat Halila sebagai kandidat kuat untuk menjadi gubernur atau perpanjangan tangan Israel di Jalur Gaza. Surat kabar Yedioth Ahronoth bahkan menyebut kontak dengan dirinya sudah berlangsung selama berbulan-bulan.

Israel diyakini tengah merancang struktur pemerintahan baru di Gaza yang terbebas dari pengaruh Hamas. Beberapa kalangan ultranasionalis Israel bahkan menolak keberadaan unsur Otoritas Palestina di wilayah itu.

Di tengah isu tersebut, penangkapan Halila menimbulkan kecurigaan bahwa ada tarik-menarik kepentingan antara Amerika, Israel, dan otoritas keamanan Palestina. Banyak yang menilai langkah ini merupakan bagian dari skenario politik untuk menyingkirkan posisinya.

Lahir di Kuwait pada 1957, Halila meniti karier dari dunia ekonomi. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Kabinet Otoritas Palestina pada 2006 dan Asisten Wakil Menteri Ekonomi dan Perdagangan pada era 1990-an.

Dengan latar belakang ini, Halila dipandang memiliki pengalaman politik sekaligus kemampuan manajerial untuk mengelola wilayah. Namun, kedekatannya dengan berbagai jaringan internasional membuat posisinya rawan tuduhan memiliki agenda tersembunyi.

Sejumlah analis menilai Israel berusaha menciptakan “pemerintahan boneka” di Gaza melalui figur yang tunduk pada Tel Aviv salah satunya Halila. Rencana ini diyakini sebagai langkah lanjutan untuk menancapkan kendali lebih kuat atas kantung Palestina tersebut.

Penangkapan Halila tanpa alasan jelas justru memperkeruh persepsi publik. Bagi warga Gaza, langkah ini dipandang sebagai sinyal bahwa masa depan wilayah mereka kembali dipertaruhkan oleh kekuatan eksternal.

Pemerintahan Palestina sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait penangkapan itu. Namun sebelumnya menjelaskan Ramallah telah membentuk struktur pemerintahan alternatif di Gaza, dipimpin oleh setingkat menteri. Palestina tak ingin ada pemerintahan paralel di Gaza buatan Israel.

Banyak pihak mendesak agar penahanan Halila segera dijelaskan secara transparan. Mereka menilai hak-hak sipil harus dijunjung, terlebih karena Halila bukan tokoh militer, melainkan pengusaha yang dikenal aktif di bidang pembangunan.

Di sisi lain, sebagian kalangan Palestina menolak keras kemungkinan adanya gubernur Gaza yang ditunjuk melalui intervensi Israel. Mereka menegaskan bahwa masa depan Gaza hanya bisa ditentukan oleh rakyat Palestina sendiri.

Langkah Israel yang semakin menekan Gaza melalui operasi militer dan rencana politik dipandang sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk melemahkan perlawanan Hamas sekaligus memecah belah masyarakat Palestina.

Sementara itu, dukungan Amerika terhadap langkah keamanan yang menyasar Halila mengisyaratkan adanya kesepahaman geopolitik dengan Israel. Washington dinilai tidak ingin ada tokoh yang bisa keluar dari orbit kebijakan mereka di kawasan.

Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi seputar upaya restrukturisasi politik di Gaza. Dari blokade, serangan militer, genosida saban hari, hingga wacana pemerintahan baru, semua menempatkan warga Gaza dalam pusaran ketidakpastian.

Amerika dan Israel telah membentuk administrasi Gaza yang terdiri dari perusahaan swasta. Administrasi yang mengurusi pangan inj direkrut dari gangster islamophobia yang dikenal dengan sebuatan 'Ksatria Salib'. Kebanyakan di antaranya adalah pensiunan tentara AS dari Irak dan mempunyai ideologi kebencian terhadap Islam. Mereka sering menembaki warga Gaza yang antri makanan untuk hiburan. Banyak warga Gaza tewas di jalur antrian.

Nama Samir Halila kini menjadi simbol tarik-ulur politik yang lebih luas. Dari sosok pengusaha sukses, ia mendadak diseret ke panggung pertarungan geopolitik Timur Tengah.

Bagi masyarakat internasional, penangkapan Halila adalah cerminan nyata bahwa masa depan Gaza tidak lagi sekadar soal pembangunan, melainkan pertarungan kendali antara kepentingan regional dan global.

Advertisement